INAYAH Blogger templates

Tempat Berbagi Kebahagiaan

Sabtu, 18 Februari 2017

Kasus-Kasus Pelanggaran dalam Proses Konseling

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kode Etik Konseling

Ketua     : Ihda Ainul Aziz                    (15220038)      Absen  : 28
Notulen  : Salma Husniyati                    (15220015)      Absen  : 14
Anggota : 1. Vivi Rinardi                      (15220007)      Absen  : 08
                 2. Rafida                               (15220008)      Absen  : 09
                 3. Nur Inayah                        (15220033)      Absen  : 25
                 4. Bima Krisbiantoro             (15220029)      Absen  : 22

Dosen Pembimbing     : Drs. H. Abdullah, M.Si.


PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Konseling adalah proses pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien untuk membantu menyelesaikan masalah. Konselor termasuk salah satu profesi yang kini banyak diminati dan dicari keberadaannya. Selayaknya profesi lainnya, konselor juga memiliki aturan-aturan yang disebut kode etik konseling. Tujuannya untuk mengatur dan menghindari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi.
Adanya pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi konselor di sekolah meyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik. Banyak hal yang melatar belakangi buruknya citra konselor di sekolah, mulai dari sikap konselor dan tugas konselor yang memang kurang jelas dan disalah gunakan oleh pihak sekolah itu sendiri. Konselor yang bertugas sebagai “polisi sekolah” dan menjadi momok menakutkan bagi siswa-siswanya, terutama siswa-siswa yang sering melakukan pelanggaran dan “nakal”.
Adanya konselor yang berasal bukan dari lulusan Bimbingan dan Konseling membuat kondisi BK di sekolah semakin memprihatinkan, dan adanya konselor sekolah yang memang dari lulusan BK namun kurang menjunjung tinggi kode etik profesinya membuat keberadaan konselor kurang diperhitungkan dan dianggap tidak penting bagi para siswanya sendiri. Karenanya penting bagi para konselor sekolah benar-benar memperjuangkan agar citranya menjadi positif dan dapat benar-benar bermanfaat bagi para siswa dan seluruh warga ssekolah sesuai dengan tugas sebenarnya sebagai konselor. Dengan penegakan kode etik konselor diharapkan dapat memperbaiki kembali citra buruk konselor yang ada selama ini.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud kode etik?
2.         Apa saja kode etik dalam bimbingan dan konseling?
3.         Apa saja dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling?
4.         Apa saja bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam proes konseling?
5.         Bagaimana sanksi pelanggaran dan mekanisme penerapan sanksi bagi konselor yang melanggar kode etik?
6.         Apa contoh kasus pelanggaran dalam proses konseling?
C.      Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui apa yang dimaksud kode etik.
2.         Mengetahui kode etik dalam proses konseling.
3.         Mengetahui dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling.
4.         Mengetahui bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam proses konseling.
5.         Mengetahui sanksi pelanggaran dan mekanisme penerapan sanksi bagi konselor yang melanggar kode etik.
6.         Mengetahui contoh kasus pelanggaran dalam proses konseling.
 BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kode Etik[1]
Etika terbagi atas dua, yaitu (1) etika umum (2) etika khusus. Etika umum, masih dibagi lagi menjadi: (a) Prinsip etika umum dan (b) moral dasar etika umum. Adapun etika khusus, merupakan terapan etika, dibagi menjadi: (a) etika individual dan (b) etika sosial. Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Sumaryono (1995) menjelaskan, bahwa kode etik adalah hasil usaha pengarahan kesadaran moral para anggota profesi tentang persoalan-persoalan khusus yang dihadapinya, kode etik ini  mengkristalisasikan pandangan moral dan memberi ketegasan perilaku yang sesuai dengan lapangan khusus.
Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada klien/kosumen/pemakai/user/nasabah/pasien. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.[2]
B.       Kode Etik dalam Bimbingan Konseling
Etika profesi bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberi layanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.[3]
Dengan adanya kode etik di dalam bimbingan konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik dan diharapkan menjadi semakin baik, lebih-lebih di Indonesia di mana bimbingan dan konseling masih relatif baru. Kode etik ini mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan tanpa membawa akibat yang tidak menyenangkan.[4]
Kode etik bimbingan dan konseling, antara lain:[5]
1.         Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2.         Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3.         Oleh karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka seseorang pembimbing harus :
a)        Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b)        Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c)        Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam menghadapi klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4.         Pembimbing tidak diperkenankan :
a)        Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b)        Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
c)        Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
d)       Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5.         Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
6.         Pembimbing haruslah selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan pengabdian sepenuhnya.
Prinsip-prinsip dan kode-kode etik seperti dikemukakan di atas itu mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain, yang tidak dapat dilepaskan satu dari yang lainnya apabila hendak mencapai tujuan bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.
C.      Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling[6]
1.      Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.      Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan).
4.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
D.      Bentuk Pelanggaran yang Sering Terjadi[7]
1.         Terhadap Konseli
a.         Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli.
b.        Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.         Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.        Kesalahan dalam melakukan praktik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2.         Terhadap Organisasi Profesi
a.         Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.        Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
3.        Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a.         Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan).
b.        Melakukan referal (rekomendasi) kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.
E.       Sanksi Pelanggaran dan Mekanisme Penerapan Sanksi[8]
1.         Sanksi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi bimbingan dan konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik profesi bimbingan dan konseling maka diberikan sanksi sebagai berikut:
a.         Memberikan teguran secara lisan dan tertulis.
b.        Memberikan peringatan keras secara tertulis.
c.         Pencabutan keanggotaan ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia).
d.        Pencabutan lisensi.
e.         Apabila terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
2.         Mekanisme Penerapan Sanksi
Apabila terjadi pelanggaran seperti yang tercantum diatas, maka mekanisme penerapan sanksi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.         Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat.
b.        Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik tingkat daerah.
c.         Apabila pelanggaran yang dilakukan masih ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik tingkat daerah.
d.        Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
e.         Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sanksi sesuai dengan masalahnya.
F.       Contoh Kasus Pelanggaran dalam Proses Konseling
DH seorang gadis berumur 16 tahun dia merupakan siswi kelas II di sebuah sekolah swasta yang cukup elite. DH gadis yang cukup cantik dikalangan teman-temannya. Orang tuanya cukup kaya dibanding dengan teman satu sekolahnya. Gadis ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah DH bekerja di bidang pertambangan, oleh karena tuntutan pekerjaan, ayah DH harus bekerja sebulan penuh di luar pulau dan kemudian cuti selama 2 minggu sesudahnya. Ibu DH bekerja sebagai seorang guru SMP di kotanya. Ibu DH bekerja hingga tengah hari, sering DH dijemput dan pulang bersama Ibunya mengendarai motor ibunya. Dan kakak laki-laki DH menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di lain kota, dan kakak DH pulang pada saat libur akdemik.
DH mempunyai fasilitas belajar yang lebih. Tidak pernah DH merasa sangat kekurangan. DH gadis yang sangat disukai di sekolahnya, oleh karena cantik dan kaya. Namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik dari DH selain kecantikan, kekayaan, dan sikap mudah bergaul dengan orang lain.
DH seperti halnya remaja pada umumnya, yang masih bersenang-senang dan belum memikirkan resiko-resiko atas tindakannya. DH mempunyai handphone dengan fitur canggih dilengkapi kamera dan pemutar video digital. Dari handphone ini DH sering menonton film biru –porno, yang didapat dari teman-temannya atau dari internet. Selain itu DH juga sering mengakses film porno di internet. Seolah DH sudah mulai kecanduan film porno yang digemari bersama teman-temannya.
DH remaja yang mersakan cinta pertama, dia mempunyai pacar seorang mahasiswa tingkat awal disebuah perguruan tinggi di kotanya. Oleh cinta pertama ini DH berani banyak berkorban umtuk hubungannya, dia pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya dirumah pacarnya, saat orang tuanya pergi.
Perubahan banyak terjadi pada DH, DH sering membolos dari sekolah, dan pacaran dirumahnya yang dalam keadaan sepi, atau ditempat-tempat wisata yang menyediakan tempat penginapan. Bahkan pada akhir mimggu DH berbohong pada orang tuanya dengan alasan pergi kerumah teman wanitanya ternyata pergi bersama pacarnya. DH sudah mulai kecanduan pada hubungan suami istri.
DH mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya, di kelas sering melamum, dan terlihat susah konsentrasi. Saat melamun DH tampak kuatir. Dia lebih sering mencoret-coret buku catatannya , sehingga sering tidak memperhatikan pelajaran yang diikutinya. Oleh karena itu DH sering mengerjakan PR saat pagi hari di sekolah dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering mengerjakan tugas yang diberikan guru.
Suatu saat DH merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan selama ini. Dia ingin bertaubat dan merubah perilakunya. Dia berinisiatif untuk melakukan konseling dengan datang kepada seorang konselor dengan harapan mendapatkan solusi. Namun kenyataannya saat proses konseling DH mendapat perlakuan yang tidak sopan dari konselornya berupa pelecehan seksual. Konselor tersebut tidak dapat menahan nafsunya ketika melihat kecantikan DH.
Di sini lah letak pelanggaran dalam proses konseling. Seharusnya konselor menjaga harkat dan martabat klien sekaligus memberikan solusi terhadap masalah kien. Bukan melakukan pelecehan seksual yang dapat menambah trauma pada klien tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Setiap profesi memiliki kode etik begitu juga dalam proses konseling. Dalam kode etik konseling sudah dijelaskan begitu rinci mengenai aturan yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan oleh konselor baik terhadap klien, organisasi profesinya, maupun rekan sejawat sesama konselor.
Namun pada kenyataannya pelanggaran pada proses konseling masih kerap terjadi, walaupun sanksi-sanksi tegas sudah diberlakukan. Untuk itu kita sebagai calon konselor harus lebih memahami dan memaknai kode etik dengan sebenar-benarnya agar kasus-kasus pelanggaran kelak tidak terjadi lagi.




[1] Yadi Purwanto, Etika Profesi Psikologi Profeti, (Bandung: PT Refika Aditama), hlm. 47.
[2] Ibid., hlm. 48.
[3] Annisa Usholeha, “Etika Profesi Bimbingan dan Konseling”, http://annisainspirasi.blogspot.co.id/2011/11/etika-profesi-bimbingan-konseling.html, diakses pada tanggal 09 April 2016 pukul 11.47 WIB
[4] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karir), (Yogyakarta: CV. Andi Offset), hlm. 36.
[5] Ibid., hlm. 37.
[6] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 181.
[7] Widia Astuti, “Kasus-Kasus Pelanggaran Etika Profesi BK”, http://widiaanggara.blogspot.co.id/2014/06/makalah-kasus-kasus-pelanggaran-etika.html, diakses pada tanggal 09 April 2016 pukul 10.30 WIB
[8] Ibid.
Posted by nur isnaeni on 06.01 in    No comments »

0 komentar:

Posting Komentar

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search