Kasus-Kasus Pelanggaran dalam Proses Konseling
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kode Etik Konseling
Mata Kuliah Kode Etik Konseling
Ketua : Ihda Ainul Aziz (15220038) Absen :
28
Notulen : Salma Husniyati (15220015) Absen : 14
Anggota : 1. Vivi Rinardi (15220007) Absen : 08
2. Rafida (15220008) Absen : 09
3. Nur Inayah (15220033) Absen : 25
4. Bima Krisbiantoro (15220029) Absen : 22
Notulen : Salma Husniyati (15220015) Absen : 14
Anggota : 1. Vivi Rinardi (15220007) Absen : 08
2. Rafida (15220008) Absen : 09
3. Nur Inayah (15220033) Absen : 25
4. Bima Krisbiantoro (15220029) Absen : 22
Dosen Pembimbing :
Drs. H. Abdullah, M.Si.
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konseling
adalah proses pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien untuk
membantu menyelesaikan masalah. Konselor termasuk salah satu profesi yang kini
banyak diminati dan dicari keberadaannya. Selayaknya profesi lainnya, konselor
juga memiliki aturan-aturan yang disebut kode etik konseling. Tujuannya untuk
mengatur dan menghindari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi.
Adanya
pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi konselor di sekolah
meyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik.
Banyak hal yang melatar belakangi buruknya citra konselor di sekolah, mulai
dari sikap konselor dan tugas konselor yang memang kurang jelas dan disalah
gunakan oleh pihak sekolah itu sendiri. Konselor yang bertugas sebagai “polisi
sekolah” dan menjadi momok menakutkan bagi siswa-siswanya, terutama siswa-siswa
yang sering melakukan pelanggaran dan “nakal”.
Adanya
konselor yang berasal bukan dari lulusan Bimbingan dan Konseling membuat
kondisi BK di sekolah semakin memprihatinkan, dan adanya konselor sekolah yang
memang dari lulusan BK namun kurang menjunjung tinggi kode etik
profesinya membuat keberadaan konselor kurang diperhitungkan dan dianggap tidak
penting bagi para siswanya sendiri. Karenanya penting bagi para konselor
sekolah benar-benar memperjuangkan agar citranya menjadi positif dan dapat
benar-benar bermanfaat bagi para siswa dan seluruh warga ssekolah sesuai dengan
tugas sebenarnya sebagai konselor. Dengan penegakan kode etik konselor
diharapkan dapat memperbaiki kembali citra buruk konselor yang ada selama ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud kode etik?
2.
Apa saja kode
etik dalam bimbingan dan konseling?
3.
Apa saja dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling?
4.
Apa saja
bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam proes konseling?
5.
Bagaimana
sanksi pelanggaran dan mekanisme penerapan sanksi bagi konselor yang melanggar
kode etik?
6.
Apa contoh
kasus pelanggaran dalam proses konseling?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud kode etik.
2.
Mengetahui kode
etik dalam proses konseling.
3.
Mengetahui dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling.
4.
Mengetahui
bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam proses konseling.
5.
Mengetahui
sanksi pelanggaran dan mekanisme penerapan sanksi bagi konselor yang melanggar
kode etik.
6.
Mengetahui
contoh kasus pelanggaran dalam proses konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
Etika terbagi
atas dua, yaitu (1) etika umum (2) etika khusus. Etika umum, masih dibagi lagi
menjadi: (a) Prinsip etika umum dan (b) moral dasar etika umum. Adapun etika
khusus, merupakan terapan etika, dibagi menjadi: (a) etika individual dan (b)
etika sosial. Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu
disebut kode etika atau kode etik.
Sumaryono
(1995) menjelaskan, bahwa kode etik adalah hasil usaha pengarahan kesadaran
moral para anggota profesi tentang persoalan-persoalan khusus yang dihadapinya,
kode etik ini mengkristalisasikan
pandangan moral dan memberi ketegasan perilaku yang sesuai dengan lapangan
khusus.
Kode etik
adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode
etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada
klien/kosumen/pemakai/user/nasabah/pasien. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan
yang tidak profesional.[2]
B.
Kode Etik dalam Bimbingan Konseling
Etika profesi bimbingan dan konseling adalah
kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan
tugas atau tanggung jawabnya memberi layanan bimbingan dan konseling kepada
konseli.
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung
tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan
konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi
dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota.[3]
Dengan adanya kode etik di dalam bimbingan
konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik dan
diharapkan menjadi semakin baik, lebih-lebih di Indonesia di mana bimbingan dan
konseling masih relatif baru. Kode etik ini mengandung ketentuan-ketentuan yang
tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan tanpa membawa akibat yang tidak
menyenangkan.[4]
Kode etik bimbingan dan konseling, antara lain:[5]
1.
Pembimbing
atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling
harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2.
Pembimbing
harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. karena
itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang
bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3.
Oleh karena
pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka
seseorang pembimbing harus :
a)
Dapat memegang
atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b)
Menunjukkan
sikap hormat kepada klien.
c)
Menghargai
sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam menghadapi klien pembimbing
harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4.
Pembimbing
tidak diperkenankan :
a)
Menggunakan
tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b)
Menggunakan
alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
c)
Mengambil
tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi
klien.
d)
Mengalihkan
klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5.
Meminta
bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan ataupun di luar
keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
6.
Pembimbing
haruslah selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan
pengabdian sepenuhnya.
Prinsip-prinsip dan kode-kode etik seperti dikemukakan
di atas itu mempunyai hubungan
yang erat satu dengan yang lain, yang tidak dapat dilepaskan satu dari yang
lainnya apabila hendak mencapai tujuan bimbingan dan konseling dengan
sebaik-baiknya.
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, dan 3 tentang standar pendidik
dan tenaga kependidikan).
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
1.
Terhadap
Konseli
a.
Menyebarkan/membuka
rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli.
b.
Melakukan
perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan
tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.
Kesalahan
dalam melakukan praktik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak
lanjut).
2.
Terhadap
Organisasi Profesi
a.
Tidak
mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.
Mencemarkan
nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan
atau kelompok).
3.
Terhadap Rekan
Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a.
Melakukan
tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama,
sikap arogan).
b.
Melakukan
referal (rekomendasi) kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan
masalah konseli.
1.
Sanksi
Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik
profesi bimbingan dan konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik
profesi bimbingan dan konseling maka diberikan sanksi sebagai berikut:
a.
Memberikan
teguran secara lisan dan tertulis.
b.
Memberikan
peringatan keras secara tertulis.
c.
Pencabutan
keanggotaan ABKIN (Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia).
d.
Pencabutan
lisensi.
e.
Apabila
terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang
berwenang.
2.
Mekanisme
Penerapan Sanksi
Apabila
terjadi pelanggaran seperti yang tercantum diatas, maka mekanisme penerapan
sanksi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Mendapatkan
pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat.
b.
Pengaduan
disampaikan kepada dewan kode etik tingkat daerah.
c.
Apabila
pelanggaran yang dilakukan masih ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh
dewan kode etik tingkat daerah.
d.
Pemanggilan
konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli
dan atau masyarakat.
e.
Apabila
berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah
terbukti kebenarannya maka diterapkan sanksi sesuai dengan masalahnya.
F.
Contoh Kasus Pelanggaran dalam Proses Konseling
DH
seorang gadis berumur 16 tahun dia merupakan siswi kelas II di sebuah sekolah
swasta yang cukup elite. DH gadis yang cukup cantik dikalangan teman-temannya.
Orang tuanya cukup kaya dibanding dengan teman satu sekolahnya. Gadis ini
merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah DH bekerja di bidang pertambangan,
oleh karena tuntutan pekerjaan, ayah DH harus bekerja sebulan penuh di luar
pulau dan kemudian cuti selama 2 minggu sesudahnya. Ibu DH bekerja sebagai
seorang guru SMP di kotanya. Ibu DH bekerja hingga tengah hari, sering DH
dijemput dan pulang bersama Ibunya mengendarai motor ibunya. Dan kakak
laki-laki DH menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di lain kota, dan kakak DH
pulang pada saat libur akdemik.
DH
mempunyai fasilitas belajar yang lebih. Tidak pernah DH merasa sangat
kekurangan. DH gadis yang sangat disukai di sekolahnya, oleh karena cantik dan
kaya. Namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik dari
DH selain kecantikan, kekayaan, dan sikap mudah bergaul dengan orang lain.
DH
seperti halnya remaja pada umumnya, yang masih bersenang-senang dan belum
memikirkan resiko-resiko atas tindakannya. DH mempunyai handphone dengan fitur canggih dilengkapi kamera dan pemutar video
digital. Dari handphone ini DH sering
menonton film biru –porno, yang didapat dari teman-temannya atau dari internet.
Selain itu DH juga sering mengakses film porno di internet. Seolah DH sudah
mulai kecanduan film porno yang digemari bersama teman-temannya.
DH
remaja yang mersakan cinta pertama, dia mempunyai pacar seorang mahasiswa
tingkat awal disebuah perguruan tinggi di kotanya. Oleh cinta pertama ini DH
berani banyak berkorban umtuk hubungannya, dia pernah melakukan hubungan
seksual dengan pacarnya dirumah pacarnya, saat orang tuanya pergi.
Perubahan
banyak terjadi pada DH, DH sering membolos dari sekolah, dan pacaran dirumahnya
yang dalam keadaan sepi, atau ditempat-tempat wisata yang menyediakan tempat
penginapan. Bahkan pada akhir mimggu DH berbohong pada orang tuanya dengan
alasan pergi kerumah teman wanitanya ternyata pergi bersama pacarnya. DH sudah
mulai kecanduan pada hubungan suami istri.
DH
mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya, di kelas sering melamum, dan
terlihat susah konsentrasi. Saat melamun DH tampak kuatir. Dia lebih sering
mencoret-coret buku catatannya , sehingga sering tidak memperhatikan pelajaran
yang diikutinya. Oleh karena itu DH sering mengerjakan PR saat pagi hari di
sekolah dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering mengerjakan tugas yang
diberikan guru.
Suatu
saat DH merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan selama ini. Dia ingin
bertaubat dan merubah perilakunya. Dia berinisiatif untuk melakukan konseling
dengan datang kepada seorang konselor dengan harapan mendapatkan solusi. Namun
kenyataannya saat proses konseling DH mendapat perlakuan yang tidak sopan dari
konselornya berupa pelecehan seksual. Konselor tersebut tidak dapat menahan
nafsunya ketika melihat kecantikan DH.
Di
sini lah letak pelanggaran dalam proses konseling. Seharusnya konselor menjaga
harkat dan martabat klien sekaligus memberikan solusi terhadap masalah kien.
Bukan melakukan pelecehan seksual yang dapat menambah trauma pada klien
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan
profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan
apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Setiap profesi memiliki kode etik begitu juga dalam proses konseling.
Dalam kode etik konseling sudah dijelaskan begitu rinci mengenai aturan yang
seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan oleh konselor baik terhadap klien,
organisasi profesinya, maupun rekan sejawat sesama konselor.
Namun pada
kenyataannya pelanggaran pada proses konseling masih kerap terjadi, walaupun
sanksi-sanksi tegas sudah diberlakukan. Untuk itu kita sebagai calon konselor
harus lebih memahami dan memaknai kode etik dengan sebenar-benarnya agar
kasus-kasus pelanggaran kelak tidak terjadi lagi.
[3] Annisa Usholeha, “Etika Profesi Bimbingan dan Konseling”, http://annisainspirasi.blogspot.co.id/2011/11/etika-profesi-bimbingan-konseling.html, diakses pada tanggal 09 April 2016 pukul 11.47 WIB
[6] Andi
Mappiare, Pengantar Konseling dan
Psikoterapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 181.
[7] Widia Astuti, “Kasus-Kasus Pelanggaran Etika Profesi BK”, http://widiaanggara.blogspot.co.id/2014/06/makalah-kasus-kasus-pelanggaran-etika.html,
diakses pada tanggal 09 April 2016 pukul 10.30 WIB
0 komentar:
Posting Komentar